Sejarah

Kampung ini dahulunya berawal dari hijrahnya 7 orang yang berlayar dari selatan dan salah satunya bernama Bena. Dalam perjalanan mengarungi laut besar dari selatanakhirnya terdampar.

Oleh sebab itu secara bentuk jika dilihat dari bukit, perkampungan ini mirip sebuah kapal. Dan untuk menyebutkan territorial dari dariKampung Bena mengarah pada sebutan kapal. Ulu Mangu Lewa, Eko Bo wozayang 

Kampung Bena Pandangan ke Arah Selatan, Photo by Ary/DJISe2

Ulu adalah Kepala atau bagia depan, mangu berarti tiang dan lewa artinya tinggi, sedang Eko berarti Buritan atau belakang, Bo bermakna pecah, Woza artinya buih. Jika digabungkan keseluruhan dari makna itu adalah sebuah kapal yang memiliki tiang depan yang tinggi sedang berlayar menghasilkan pecahan buih pada bagian belakang atau buritan.

Sekarang (2024) Di kampung ini terdapat 45 rumah adat kuno yang setiap masanya tidak akan bertambah maupun berkurang. Hal ini disebabkan karena setiap keturunannya harusada yang menjaga rumah adat ini dan tidak boleh ditinggalkan. Biasanya hanya orangtua saja yang tinggal di desa ini.

Anak- anaknya akan memilih hidup di luarkampung. Namun jika orang tua mereka sudah meninggal, salah satu dariketurunannya itu harus kembali ke rumah ini.

Uniknya, areal perkampungan ini dikelilingi tembok batu tinggi peninggalan jaman megalithikum.

Pintu gerbangnya menjulang tinggi tumpukan batu sebagai pintu masuknya. Dari pintu masuk initerdapat beberapa banguan kecil yang memiliki makna dan filosofi yang sangat kuat mengenai kampung ini.

Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telahada sejak 1.200 tahun yang lalu.